Kamis, 18 September 2008
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG SEKRETARIS DESA DIJABAT OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 202 ayat (3) mengamanatkan Sekretaris Desa diisi dari PNS yang memenuhi persyaratan. Sekretaris Desa yang ada selama ini yang bukan PNS, secara bertahap diangkat menjadi PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengangkatan Sekretaris Desa sebelum adanya Peraturan Pemerintah ini dilakukan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota, Surat Keputusan Pembantu Bupati/Walikota, Sekretaris Wilayah Daerah, Pejabat lain yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota, Camat, dan Kepala Desa. Pengangkatan tersebut tidak dalam status PNS.
Kebijakan tentang status PNS bagi sekdes yang merupakan ketentuan baru dalam dunia pemerintahan di Indonesia, tentunya harus diyakini sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas sistem pemerintahan negara Indonesia secara umum, dan penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa secara khusus. Walaupun setiap kebijakan publik selalu tidak dapat dilihat sepihak dari kacamata ilmu administasi saja, melainkan juga harus dipandang dari kajian ilmu politik.
Di dalam Peraturan Pemerintah ini diatur beberapa hal penting mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS. Di dalam pengaturannya terdapat ketentuan yang memungkinkan Sekretaris Desa yang dapat diangkat langsung menjadi PNS, yaitu Sekretaris Desa yang telah diangkat dengan sah sampai dengan tanggal 15 Oktober 2004 dan melaksanakan tugas hingga berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Hal penting lain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini adalah batas usia pengangkatan berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun dan penetapan pangkat/golongan ruang yang diberikan paling tinggi adalah Pengatur Muda golongan ruang II/a pada semua Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS. Kedua hal tersebut menjadi syarat khusus diantara persyaratan lainnya untuk dapat diangkat menjadi PNS. Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS apabila memenuhi syarat diberikan pula hak pensiun sesuai peraturan perundang-undangan. Masa kerja sebagai Sekretaris Desa dihitung penuh sebagai masa kerja untuk penetapan pensiun sejak diangkat menjadi PNS. Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dapat dimutasikan setelah menjalani masa jabatan Sekretaris Desa sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun.
Di dalam Peraturan Pemerintah ini diatur juga mengenai tata cara pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS. Dalam tata cara pengangkatan Sekretaris Desa ini terdapat peran unsur pemerintah daerah secara berjenjang, Badan Kepegawaian Negara, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri Dalam Negeri. Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS dilakukan secara bertahap yaitu diawali pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2009. Penahapan pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS ini dilakukan dengan memperhatikan urutan prioritas yang didasarkan pada usia paling tinggi.
Untuk proses pengangkatan sekretaris desa menjadi PNS, bupati atau wali kota harus menyusun data sekretaris desa di wilayahnya. Data tersebut selanjutnya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur. Selain data, bupati dan wali kota juga harus menyertakan berkas pengangkatan. Selanjutnya, gubernur menyerahkan data sekaligus berkas pengangkatan dari seluruh bupati/wali kota kepada Menteri Dalam Negeri.
Proses yang dilakukan di tingkat Menteri Dalam Negeri adalah verifikasi serta validasi data dan berkas yang diperoleh dari gubernur. Menteri Dalam Negeri akan mengusulkan berkas yang telah diverifikasi itu kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan ditembuskan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Peraturan Pemerintah ini mengatur juga mengenai hak dan kompensasi yang diberikan kepada Sekretaris Desa yang tidak dapat diangkat menjadi PNS. Sekretaris Desa tersebut diberikan tunjangan kompensasi yang dihitung berdasarkan masa kerja selama yang bersangkutan menjadi Sekretaris Desa.
Pemerintah Kabupaten berkewajiban melaksanakan atau mengimplementasikan Peraturan Pemerintah untuk menindaklanjuti Undang-Undang sebelumnya. Pemerintah Kabupaten sebaiknya telah mengambil langkah dalam mengimplementasikan peraturan tersebut. Setelah disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang persyaratan dan tata cara pengangkatan sekretaris desa menjadi pegawai negeri sipil, Pemerintah Kabupaten melakukan sosialisasi kepada para sekretaris desa melalui Camat yang diteruskan ke kantor-kantor desa. Setiap sekretaris desa di wajibkan untuk mengumpulkan berkas seperti yang tertera pada Peraturan Pemerintah tersebut. Berkas-berkas itu meliputi:
1. Surat keputusan dan pengangkatan dalam jabatan sekdes;
2. Akta kelahiran atau dokumen lain yang terdapat tempat dan tanggal lahir yang bersangkutan; dan
3. Ijazah pendidikan terakhir.
Setelah berkas-berkas itu terkumpul di Bagian Organisasi dan Kepegawaian, maka disusun data Sekretaris Desa diseluruh Kabupaten. Data yang disusun dilakukan penyeleksian sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam PP No. 45 Tahun 2007. Hasil yang diperoleh mengungkapkan bahwa hanya sebagian saja dari Sekretaris Desa di Kabupaten yang memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi PNS.
Hal tersebut disebabkan karena banyaknya jabatan sekdes yang kosong dan juga ada sebagian sekretaris desa yang tidak memenuhi persyaratan karena umurnya yang telah melewati ketentuan dalam peraturan pemerintah tersebut, dan ada juga yang dikarenakan masa pengangkatan jabatannya setelah tanggal yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah tersebut yaitu sekdes menjabat sebelum tanggal 15 Oktober 2004 dan melaksanakan tugas jabatannya hinnga berlakunya peraturan pemerintah ini.
Sesuai dengan kebijakan peraturan pemerintah ini, bagi para sekdes yang tidak diangkat menjadi PNS, maka akan diberhentikan dari jabatannya sebagai sekretaris desa oleh Bupati atau Walikota, dan diberikan tunjangan kompensasi yang dihitung berdasarkan masa kerja selama yang bersangkutan menjadi sekretaris desa. Besaran tunjangan kompensasi berdasarkan PP No. 45 Tahun 2007 ini yaitu:
a. Masa kerja 1 (satu) sampai dengan 5 (lima ) tahun ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000,00
b. Masa kerja lebih dari 5 (lima) tahun dihitung sebesar Rp.1.000.000,00 pertahun dengan ketentuan secara kumulatif paling tinggi Rp.20.000.000,00.
Bagi para sekdes yang yang memenuhi persyaratan akan diangkat menjadi PNS dan dapat dimutasikan setelah menjalani masa jabatan sekdes sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun. Sedangkan jabatan sekdes yang kosong akan diisi oleh PNS yang memenuhi persyaratan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pada PP No.45 Tahun 2007 ini. Data Sekretaris Desa dan berkas pengangkatan jabatan Sekdes disampaikan oleh Bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
Dari Implementasi PP No.45 Tahun 2007 tersebut terdapat kendala dan hambatan yang banyak terjadi pada daerah kabupaten pada umumnya yaitu:
1. Sekdes yang telah menjadi PNS akan merasa bahwa Kades bukan merupakan atasannya karena sekdes merasa diangkat oleh pemda dan kades adalah hasil dari pemilihan langsung oleh rakyat. Perihal mengenai mutasi pegawai , bahwa sekdes ada kemungkinan menduduki jabatan sebagai sekdes seumur hidupnya. Hal tersebut disebabkan karena di luar pulau jawa khususnya di masih terdapat jalur transportasi yang menghubungkan antar desa masih sangat sulit untuk ditempuh, karena jaraknya yang terlalu jauh dan kondisi jalan yang dilalui kuarng baik atau bisa dikatakan buruk. Memang sebagai seorang PNS telah siap untuk di tempatkan dimanapun di seluruh Indonesia akan tetapi apakah dalam melakukan mutasi pegawai tidak memperhatikan segi kemanusiaan, misalnya saja seseorang yang telah memiliki tempat tinggal di suatu desa apakh tidak membuatnya merasa terbebani jika ia dimutasi ke desa lain atau kecamatan bahkan kabupaten atau instansi lain yang jarak tempuhnya jauh dari rumah asalnya. Hal tersebut akan dapat mempengaruhi kinerja pegawai yang bersangkutan”.
2. pengangkatan sekdes dengan adanya batasan usia mengandung unsur politis, karena masa pensiun PNS sampai dengan umur 54 tahun sedangkan persyaratan sekdes menjadi PNS pada PP No.45 Tahun 2007 maksimal 51 tahun. Hal tersebut memungkinkan agar sekdes diisi oleh PNS.
3. adanya kebijakan pengangkatan sekdes menjadi PNS akan dapat memicu munculnya assosiasi-assosiasi baru dari kalangan perangkat desa yang akan menuntut untuk ikut diangkat menjadi PNS, sehingga kedepan desa akan diisi secara keseluruhan oleh PNS.
4. pengangkatan sekdes menjadi PNS belum tentu akan memberikan perbaikan kepada sistem administrasi desa, contohnya kalau memang awalnya sekdes yang sebelumnya memiliki kemampuan administrasinya jelek maka setelah diangkat menjadi PNS pun, administrasinya tetap akan seperti semula. Karena yang diangkat menjadi PNS yaitu orang yng sama maka tidak akan memberikan jaminan bahwa administrasi desa akan menjadi lebih baik”.
5. Timbulnya kesenjangan sosial antara sekdes berstatus PNS dengan aparat desa yang lain adalah sebuah konsekuensi yang tidak mungkin dihindari. Penyebab kesenjangan yang begitu nyata terlihat adalah tentang perbedaan insentif yang akan diterima sekdes berstatus PNS dengan aparat desa yang lain. Sekdes PNS akan menerima insentif setiap bulan melalui sistem penggajian dan tunjangan, yang besarnya sudah dapat dipastikan. Sedangkan aparat desa yang lain tetap pada kondisi sebelumnya, menerima insentif yang besarnya tidak menentu. Hal ini merupakan sebuah ironisme, jika seorang sekdes yang secara struktur merupakan bawahan kepala desa, memperoleh insentif lebih besar daripada atasannya. Kondisi ini merupakan ancaman bagi stabilitas dan harmonisasi penyelenggaraan pemerintahan desa. Selain itu status PNS bagi sekdes yang baru mengabdi kepada desa dibandingkan dengan perangkat desa yang telah mengabdi sekian lama untk desa.
6. Akan timbulya gejala atau tendensi yang mengindikasikan adanya keinginan pengangkatan perangkat desa menjadi PNS yang mungkin saja akan memuncak menjadi sebuah tuntutan. Apabila tidak disikapi segera oleh Pemerintah, kasus semacam itu dapat melahirkan tuntutan agar semua aparat desa juga diangkat menjadi PNS. Pada tingkat kejenuhan tertentu akibat rasa kecemburuan terhadap sekdes PNS, hal itu dapat saja terjadi. Karena nuansa demokratisasi saat ini ternyata memberikan keberanian yang luar biasa kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Sering terjadi, tidak berhasil atau tidak ditanggapinya penyampaian aspirasi melalui media-media yang ada menyebabkan kekecewaan yang sangat mendalam bagi pihak-pihak yang merasa menuntut keadilan tersebut yang akhirnya berbuntut anarkisme.
7. Hambatan lainnya yaitu tentang adanya keinginan agar sekdes PNS yang akan bertugas di desa-desa tersebut merupakan seorang “putra desa” yang merupakan orang asli atau keturunan masyarakat setempat. Dengan alasan bahwa sekdes tersebut telah lebih mengenal kondisi desa dan dikenal masyarakat, sehingga memudahkan adaptasi dengan lingkungan kerja. Juga dianggap lebih mencintai desa yang telah menjadi tanah kelahirannya. Apabila prinsip putra desa ini berkembangkan, maka dapat berakibat kepada hubungan yang tidak harmonis antar sekdes dengan dengan aparat dan masyarakat desa jika sekdes PNS di desa yang bersangkutan bukanlah seorang putra desa. Walaupun pada kenyataannya di setiap desa tidak selalu tersedia sumber daya manusia (SDM) yang memenuhi kualifikasi untuk diangkat menjadi sekdes PNS, tetapi tuntutan terhadap putra desa masih tetap saja ada, bahkan cenderung lebih kuat di desa-desa tertentu, khususnya yang masih hidup dalam suasana pedesaan dan tradisional.
8. Status PNS bagi sekdes secara teoritis akan menyulitkan kontrol kepala desa terhadap sekdes, karena secara psikologis, sekdes akan lebih taat kepada atasan kepegawaiannya, dalam hal ini camat atau bupati. Perubahan status sekdes tersebut akan berpengaruh kepada aspek pembinaan PNS dan hubungan dengan atasan sebagai pembina PNS. Dualisme atasan bagi sekdes PNS ini tentunya akan mempengaruhi loyalitas dan koordinasi yang tidak menentu. Bahkan posisi kepala desa cenderung akan dikesampingkan oleh sekdes PNS karena tidak dapat menggugat status kepegawaian sekdes PNS tersebut. Hal tersebut dapat membuka peluang terjadinya konflik antara kepala desa dengan sekdes dalam hal hubungan kerja, apabila tata kerjanya tidak diatur dengan rinci dan dilaksanakan secara konsisten, karena adanya duplikasi komando terhadap sekdes.
Demikianlah kondisi yang dapat terjadi terhadap implementasi kebijakan pemerintah pada UU Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 yang mengamanatkan Sekretaris Desa diisi oleh PNS, baik melalui pengangkatan sekdes menjadi PNS maupun penempatan PNS di daerah menjadi Sekretaris Desa.
Sejauh mana berbagai keberhasilan implementasi kebijakan tersebut, semua tergantung kepada optimalisasi terhadap berbagai dampak positif yang akan terjadi dalam implementasi ketentuan tentang status PNS bagi sekdes tersebut, dan juga tergantung kepada bagaimana langkah antisipasi pemerintah terhadap berbagai dampak negatif yang mungkin terjadi. Dengan upaya-upaya pengembangan dan antisipasi yang optimal terhadap berbagai dampak positif dan negatif tersebut, Insya Allah implementasi ketentuan tentang status PNS bagi sekdes akan dapat berjalan dengan baik sehingga mampu mewujudkan desa yang modern, maju dan mandiri. Amin!
irfan setiawan
ipdn
Pengangkatan Sekretaris Desa sebelum adanya Peraturan Pemerintah ini dilakukan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota, Surat Keputusan Pembantu Bupati/Walikota, Sekretaris Wilayah Daerah, Pejabat lain yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota, Camat, dan Kepala Desa. Pengangkatan tersebut tidak dalam status PNS.
Kebijakan tentang status PNS bagi sekdes yang merupakan ketentuan baru dalam dunia pemerintahan di Indonesia, tentunya harus diyakini sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas sistem pemerintahan negara Indonesia secara umum, dan penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa secara khusus. Walaupun setiap kebijakan publik selalu tidak dapat dilihat sepihak dari kacamata ilmu administasi saja, melainkan juga harus dipandang dari kajian ilmu politik.
Di dalam Peraturan Pemerintah ini diatur beberapa hal penting mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS. Di dalam pengaturannya terdapat ketentuan yang memungkinkan Sekretaris Desa yang dapat diangkat langsung menjadi PNS, yaitu Sekretaris Desa yang telah diangkat dengan sah sampai dengan tanggal 15 Oktober 2004 dan melaksanakan tugas hingga berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Hal penting lain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini adalah batas usia pengangkatan berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun dan penetapan pangkat/golongan ruang yang diberikan paling tinggi adalah Pengatur Muda golongan ruang II/a pada semua Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS. Kedua hal tersebut menjadi syarat khusus diantara persyaratan lainnya untuk dapat diangkat menjadi PNS. Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS apabila memenuhi syarat diberikan pula hak pensiun sesuai peraturan perundang-undangan. Masa kerja sebagai Sekretaris Desa dihitung penuh sebagai masa kerja untuk penetapan pensiun sejak diangkat menjadi PNS. Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dapat dimutasikan setelah menjalani masa jabatan Sekretaris Desa sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun.
Di dalam Peraturan Pemerintah ini diatur juga mengenai tata cara pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS. Dalam tata cara pengangkatan Sekretaris Desa ini terdapat peran unsur pemerintah daerah secara berjenjang, Badan Kepegawaian Negara, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri Dalam Negeri. Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS dilakukan secara bertahap yaitu diawali pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2009. Penahapan pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS ini dilakukan dengan memperhatikan urutan prioritas yang didasarkan pada usia paling tinggi.
Untuk proses pengangkatan sekretaris desa menjadi PNS, bupati atau wali kota harus menyusun data sekretaris desa di wilayahnya. Data tersebut selanjutnya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur. Selain data, bupati dan wali kota juga harus menyertakan berkas pengangkatan. Selanjutnya, gubernur menyerahkan data sekaligus berkas pengangkatan dari seluruh bupati/wali kota kepada Menteri Dalam Negeri.
Proses yang dilakukan di tingkat Menteri Dalam Negeri adalah verifikasi serta validasi data dan berkas yang diperoleh dari gubernur. Menteri Dalam Negeri akan mengusulkan berkas yang telah diverifikasi itu kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan ditembuskan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Peraturan Pemerintah ini mengatur juga mengenai hak dan kompensasi yang diberikan kepada Sekretaris Desa yang tidak dapat diangkat menjadi PNS. Sekretaris Desa tersebut diberikan tunjangan kompensasi yang dihitung berdasarkan masa kerja selama yang bersangkutan menjadi Sekretaris Desa.
Pemerintah Kabupaten berkewajiban melaksanakan atau mengimplementasikan Peraturan Pemerintah untuk menindaklanjuti Undang-Undang sebelumnya. Pemerintah Kabupaten sebaiknya telah mengambil langkah dalam mengimplementasikan peraturan tersebut. Setelah disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang persyaratan dan tata cara pengangkatan sekretaris desa menjadi pegawai negeri sipil, Pemerintah Kabupaten melakukan sosialisasi kepada para sekretaris desa melalui Camat yang diteruskan ke kantor-kantor desa. Setiap sekretaris desa di wajibkan untuk mengumpulkan berkas seperti yang tertera pada Peraturan Pemerintah tersebut. Berkas-berkas itu meliputi:
1. Surat keputusan dan pengangkatan dalam jabatan sekdes;
2. Akta kelahiran atau dokumen lain yang terdapat tempat dan tanggal lahir yang bersangkutan; dan
3. Ijazah pendidikan terakhir.
Setelah berkas-berkas itu terkumpul di Bagian Organisasi dan Kepegawaian, maka disusun data Sekretaris Desa diseluruh Kabupaten. Data yang disusun dilakukan penyeleksian sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam PP No. 45 Tahun 2007. Hasil yang diperoleh mengungkapkan bahwa hanya sebagian saja dari Sekretaris Desa di Kabupaten yang memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi PNS.
Hal tersebut disebabkan karena banyaknya jabatan sekdes yang kosong dan juga ada sebagian sekretaris desa yang tidak memenuhi persyaratan karena umurnya yang telah melewati ketentuan dalam peraturan pemerintah tersebut, dan ada juga yang dikarenakan masa pengangkatan jabatannya setelah tanggal yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah tersebut yaitu sekdes menjabat sebelum tanggal 15 Oktober 2004 dan melaksanakan tugas jabatannya hinnga berlakunya peraturan pemerintah ini.
Sesuai dengan kebijakan peraturan pemerintah ini, bagi para sekdes yang tidak diangkat menjadi PNS, maka akan diberhentikan dari jabatannya sebagai sekretaris desa oleh Bupati atau Walikota, dan diberikan tunjangan kompensasi yang dihitung berdasarkan masa kerja selama yang bersangkutan menjadi sekretaris desa. Besaran tunjangan kompensasi berdasarkan PP No. 45 Tahun 2007 ini yaitu:
a. Masa kerja 1 (satu) sampai dengan 5 (lima ) tahun ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000,00
b. Masa kerja lebih dari 5 (lima) tahun dihitung sebesar Rp.1.000.000,00 pertahun dengan ketentuan secara kumulatif paling tinggi Rp.20.000.000,00.
Bagi para sekdes yang yang memenuhi persyaratan akan diangkat menjadi PNS dan dapat dimutasikan setelah menjalani masa jabatan sekdes sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun. Sedangkan jabatan sekdes yang kosong akan diisi oleh PNS yang memenuhi persyaratan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pada PP No.45 Tahun 2007 ini. Data Sekretaris Desa dan berkas pengangkatan jabatan Sekdes disampaikan oleh Bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
Dari Implementasi PP No.45 Tahun 2007 tersebut terdapat kendala dan hambatan yang banyak terjadi pada daerah kabupaten pada umumnya yaitu:
1. Sekdes yang telah menjadi PNS akan merasa bahwa Kades bukan merupakan atasannya karena sekdes merasa diangkat oleh pemda dan kades adalah hasil dari pemilihan langsung oleh rakyat. Perihal mengenai mutasi pegawai , bahwa sekdes ada kemungkinan menduduki jabatan sebagai sekdes seumur hidupnya. Hal tersebut disebabkan karena di luar pulau jawa khususnya di masih terdapat jalur transportasi yang menghubungkan antar desa masih sangat sulit untuk ditempuh, karena jaraknya yang terlalu jauh dan kondisi jalan yang dilalui kuarng baik atau bisa dikatakan buruk. Memang sebagai seorang PNS telah siap untuk di tempatkan dimanapun di seluruh Indonesia akan tetapi apakah dalam melakukan mutasi pegawai tidak memperhatikan segi kemanusiaan, misalnya saja seseorang yang telah memiliki tempat tinggal di suatu desa apakh tidak membuatnya merasa terbebani jika ia dimutasi ke desa lain atau kecamatan bahkan kabupaten atau instansi lain yang jarak tempuhnya jauh dari rumah asalnya. Hal tersebut akan dapat mempengaruhi kinerja pegawai yang bersangkutan”.
2. pengangkatan sekdes dengan adanya batasan usia mengandung unsur politis, karena masa pensiun PNS sampai dengan umur 54 tahun sedangkan persyaratan sekdes menjadi PNS pada PP No.45 Tahun 2007 maksimal 51 tahun. Hal tersebut memungkinkan agar sekdes diisi oleh PNS.
3. adanya kebijakan pengangkatan sekdes menjadi PNS akan dapat memicu munculnya assosiasi-assosiasi baru dari kalangan perangkat desa yang akan menuntut untuk ikut diangkat menjadi PNS, sehingga kedepan desa akan diisi secara keseluruhan oleh PNS.
4. pengangkatan sekdes menjadi PNS belum tentu akan memberikan perbaikan kepada sistem administrasi desa, contohnya kalau memang awalnya sekdes yang sebelumnya memiliki kemampuan administrasinya jelek maka setelah diangkat menjadi PNS pun, administrasinya tetap akan seperti semula. Karena yang diangkat menjadi PNS yaitu orang yng sama maka tidak akan memberikan jaminan bahwa administrasi desa akan menjadi lebih baik”.
5. Timbulnya kesenjangan sosial antara sekdes berstatus PNS dengan aparat desa yang lain adalah sebuah konsekuensi yang tidak mungkin dihindari. Penyebab kesenjangan yang begitu nyata terlihat adalah tentang perbedaan insentif yang akan diterima sekdes berstatus PNS dengan aparat desa yang lain. Sekdes PNS akan menerima insentif setiap bulan melalui sistem penggajian dan tunjangan, yang besarnya sudah dapat dipastikan. Sedangkan aparat desa yang lain tetap pada kondisi sebelumnya, menerima insentif yang besarnya tidak menentu. Hal ini merupakan sebuah ironisme, jika seorang sekdes yang secara struktur merupakan bawahan kepala desa, memperoleh insentif lebih besar daripada atasannya. Kondisi ini merupakan ancaman bagi stabilitas dan harmonisasi penyelenggaraan pemerintahan desa. Selain itu status PNS bagi sekdes yang baru mengabdi kepada desa dibandingkan dengan perangkat desa yang telah mengabdi sekian lama untk desa.
6. Akan timbulya gejala atau tendensi yang mengindikasikan adanya keinginan pengangkatan perangkat desa menjadi PNS yang mungkin saja akan memuncak menjadi sebuah tuntutan. Apabila tidak disikapi segera oleh Pemerintah, kasus semacam itu dapat melahirkan tuntutan agar semua aparat desa juga diangkat menjadi PNS. Pada tingkat kejenuhan tertentu akibat rasa kecemburuan terhadap sekdes PNS, hal itu dapat saja terjadi. Karena nuansa demokratisasi saat ini ternyata memberikan keberanian yang luar biasa kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Sering terjadi, tidak berhasil atau tidak ditanggapinya penyampaian aspirasi melalui media-media yang ada menyebabkan kekecewaan yang sangat mendalam bagi pihak-pihak yang merasa menuntut keadilan tersebut yang akhirnya berbuntut anarkisme.
7. Hambatan lainnya yaitu tentang adanya keinginan agar sekdes PNS yang akan bertugas di desa-desa tersebut merupakan seorang “putra desa” yang merupakan orang asli atau keturunan masyarakat setempat. Dengan alasan bahwa sekdes tersebut telah lebih mengenal kondisi desa dan dikenal masyarakat, sehingga memudahkan adaptasi dengan lingkungan kerja. Juga dianggap lebih mencintai desa yang telah menjadi tanah kelahirannya. Apabila prinsip putra desa ini berkembangkan, maka dapat berakibat kepada hubungan yang tidak harmonis antar sekdes dengan dengan aparat dan masyarakat desa jika sekdes PNS di desa yang bersangkutan bukanlah seorang putra desa. Walaupun pada kenyataannya di setiap desa tidak selalu tersedia sumber daya manusia (SDM) yang memenuhi kualifikasi untuk diangkat menjadi sekdes PNS, tetapi tuntutan terhadap putra desa masih tetap saja ada, bahkan cenderung lebih kuat di desa-desa tertentu, khususnya yang masih hidup dalam suasana pedesaan dan tradisional.
8. Status PNS bagi sekdes secara teoritis akan menyulitkan kontrol kepala desa terhadap sekdes, karena secara psikologis, sekdes akan lebih taat kepada atasan kepegawaiannya, dalam hal ini camat atau bupati. Perubahan status sekdes tersebut akan berpengaruh kepada aspek pembinaan PNS dan hubungan dengan atasan sebagai pembina PNS. Dualisme atasan bagi sekdes PNS ini tentunya akan mempengaruhi loyalitas dan koordinasi yang tidak menentu. Bahkan posisi kepala desa cenderung akan dikesampingkan oleh sekdes PNS karena tidak dapat menggugat status kepegawaian sekdes PNS tersebut. Hal tersebut dapat membuka peluang terjadinya konflik antara kepala desa dengan sekdes dalam hal hubungan kerja, apabila tata kerjanya tidak diatur dengan rinci dan dilaksanakan secara konsisten, karena adanya duplikasi komando terhadap sekdes.
Demikianlah kondisi yang dapat terjadi terhadap implementasi kebijakan pemerintah pada UU Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 yang mengamanatkan Sekretaris Desa diisi oleh PNS, baik melalui pengangkatan sekdes menjadi PNS maupun penempatan PNS di daerah menjadi Sekretaris Desa.
Sejauh mana berbagai keberhasilan implementasi kebijakan tersebut, semua tergantung kepada optimalisasi terhadap berbagai dampak positif yang akan terjadi dalam implementasi ketentuan tentang status PNS bagi sekdes tersebut, dan juga tergantung kepada bagaimana langkah antisipasi pemerintah terhadap berbagai dampak negatif yang mungkin terjadi. Dengan upaya-upaya pengembangan dan antisipasi yang optimal terhadap berbagai dampak positif dan negatif tersebut, Insya Allah implementasi ketentuan tentang status PNS bagi sekdes akan dapat berjalan dengan baik sehingga mampu mewujudkan desa yang modern, maju dan mandiri. Amin!
irfan setiawan
ipdn
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar